Minggu, 30 September 2007

O R A S I

Secara definitif, tehnik orasi merupakan kemampuan orang perorang yang digunakan untuk suatu tujuan tertentu, menggerakkan, memberi informasi, memberi penjelasan ataupun mempengaruhi dan memberikan sugesti kepada orang lain. Maka membicarakan kemampuan di sini berarti pula membicarakan sebuah kiat ( seni ) dari hasil eksperimentasi yang dilakukan orang perorang, meski pun dalam beberapa hal memiliki kesamaan kesamaan.

Isi
Orasi dapat berisi suatu pesan kepada khalayak, informasi berkaitan dengan tujuannya (politis, ilmiyah dsb), penjelasan (argumentasi terhadap suatu persoalan), persuasif (mempengaruhi psikilogi massa) dan memberi sugesti kepada massa (agitasi)

Orasi yang baik
Orasi yang baik merupakan orasi yang mempunyai tujuan dan sasaran dari sebuah kepentingan, yang ini kaitannya dengan apakah pendengar akan mengerti maksud dari bahan yang diorasikan. Beberapa hal penting yang musti diperhatikan dalam penyampaian orasi adalah hal hal sebagai berikut:

-penguasaan materi. Baik materi induk atau pun materi penunjang yang digunakan sebagai pendukung dari kepentingan yang dipakai dalam orasi
-mengetahui tujuan dan target orasi
-memperhatikan kondisi massa, baik kondisi kognitif, psikologis (emosi) ataupun kehendak massa. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan yang ada dalam kolektif massa agar percaya bahwa orasi ini tidak hanya untuk tujuan perorangan tapi bersama (termobilisir). Contoh massa aksi.
-menggunakan bahasa yang dipahami massa pendengar. Baik kemampuan pilihan kata, mimik dst.
-berusaha percaya pada massa agar tidak terkesan orasi yang disampaikan menggurui.

Macam Orasi (propaganda)
Terdapat beragam orasi sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Dalam versi IOPA terdapat beberapa poin:

name calling
. Yaitu orasi dengan memberi julukan/sebutan dengan maksud merendahkan. Misalnya pengacau, penjilat dst.

glittring generalist
. Yakni penonjolan gagasan dan pengidentifikasian diri dengan yang serba agung. Misal, atas nama rakyat dsb.

transfer
. Yakni orasi dengan memakai pengaruh dari tokoh tokoh berpengaruh atau menggunakan prestise dari suatu yang luhur dan mempunyai otoritas sanksi. Misal, menurut Gramsci. Atau seperti firman tuhan...

plain folks
. Yaitu orasi dengan identifikasi terhadap ide untuk menunjukkan pengabdian kepada khalayak (pendengar)

badwagon technique
. Yaitu orasi dengan penonjolan pada sukses yang dicapai.

Selain ituberbeda dengan IOPA, Buku Propaganda baru membedakan orasi berdasarkan aspek psikologis dari komunikan :

-penyampaian dalam bentuk sederhana dan di ulang ulang dengan penonjolan slogan.
-penyampaian propaganda secara terang terangn tapi menanamkan sugesti secara lambat sambil menyembunyikan tujuannya.
-menimbulkan hubungan dengan cara menumbuhkan kepentingan umum dan pribadi.
-penyampain orasi berdasarkan sikap penduduk yang ada.
-membangkitkan sikap yang dapat mendukung masalah yang dikemukakan dalam orasi dengan cara menghindarkan diri dari sikap menentang.
-penggunaan sugesti yang bersifat negatif berbentuk counter propaganda dengan maksud melemahkan posisi lawan
-menyebarkan berbagai bentuk bujukan terhadap penduduk/mempengaruhi.

Orasi memiliki peran yang sanat penting dalam penyampaian maksud dan tujuan atas ssuatu kepentingan. Maka tentu sudah menjadi tuntutan bagi seorang orator untuk memahami betul fungsi tersebut. Bahwa yang terlebih penting lagi adalah bagaimana menggunakan media orasi bukan semata sebagai alat mobilisasi kepentingan, tapi adalah sebagai alat pendidikan massa.

Ego - Super Ego - ID

Seperti yang kita ketahui, pada dasarnya manusia adalah makhluk individu dan sekaligus sosial. Adakalanya kita sebagai manusia merasa tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan yang lain, namun di sisi lain kita juga tak dapat begitu saja mengabaikan kepentingan diri sendiri yang paling pribadi. Keseimbangan antara kepentingan pribadi dan yang bersifat umum ini baik langsung maupun tidak pada akhirnya berpengaruh pada pola hubungan inter-manusia.

Ego, Jika keseimbangan tersebut belum dapat tercapai maka sebagai akibatnya hubungan antar manausia pun akan pula belum dapat dikatakan proporsional (ideal) disebabkan oleh dominasi ego yang berlebih (egoisme-?). , -- yang menurut ilmu psikologi berarti bawah sadar – jika tidak dapat dikendalikan oleh Super Ego (yang berisi serapan nilai, norma dan aturan), maka dipastikan akan berpengaruh pada pernyataan identitas diri (ID) di hadapan realitas sosial.

Apa hubungan antara Ego, Super Ego dan ID ini pada hubungan sosial? Ego adalah keinginan yang terlahir dari diri kita yang ingin diwujudkan pada kehidupan nyata. Namun menyampaikan Ego secara telanjang seperti ini tidaklah mudah. Ego yang berisi keinginan murni tersebut selanjutnya akan ‘bertemu’ dulu dengan Super Ego yang berisi nilai nilai yang hidup di tengah masyarakat, yang berfungsi sebagai filter atas Ego. Setelah Ego disaring oleh Super Ego maka pada fase selanjutnya akan termanifestasikan sebagai identitas diri (ID). Dari ID inilah akan dapat dilakukan penilaian, apakah hubungan antar manusia sudah cukup seimbang. Jika Ego tidak banyak tersaring oleh Super Ego -- yang pada akhirnya memunculkan ID --, maka kepentingan pribadi (individual) akan menjadi lebih dominan tanpa pertimbangan kepentingan bersama (sosial).

Tanpa kita sadari seringkali Ego ini nyelonong begitu saja, melompat tanpa kendali Super Ego. Misal saja, karena urusan eksistensi kita lantas menepuk dada dan berjalan dengan pongah tatkala sedang merasa lebih mampu melakukan sesuatu dibanding orang lain. Keinginan bawah sadar kita (Ego) saat itu adalah sebuah pengakuan publik akan kemampuan yang kita miliki. Padahal bisa jadi keberhasilan tersebut tidak semata mata tercapai ansich oleh diri kita sendiri, melainkan disebabkan juga oleh ‘campurtangan’ faktor-faktor – termasuk orang lain -- yang mungkin mendukungnya, mungkin! Kebanggaan tidaklah salah dan kegembiraan meraih kemenangan bisa jadi daya dorong prestasi ke depan. Namun demikian rasa menang yang didorong oleh semangat Ego tanpa sentuhan Super Ego tentu akan bertabrakan langsung dengan nilai yang dipercaya suatu masyarakat dimana kita menjalani hidup, dan ini dapat dilihat dari ID sebagai pernyataan ‘jadi’. Pada titik ini kita dapat refleksikan bersama, betapa kita dapat lakukan apa saja berdasarkan keinginan dasar kita, namun yang harus diingat adalah bahwa kita tidaklah hidup sendirian saja. Kita menilai dan dinilai dalam berbagai perspektif yang berkembang yang mengantarkan kita selanjutnya-- dengan berdasar keseimbangan hubungan yang melibatkan Ego dan Super Ego ini – menjadi bagian dari diskursus pembentukan nilai-nilai yang kemudian akan diserap kembali oleh Super Ego dan memaklumkan keberadaan ID.